Jawa Tengah adalah sebuah provinsi
Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan
dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa
Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di
sebelah utara. Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga
mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai
“jantung” budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa
lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di
daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia,
Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini.
Kebudayaan yang ada di wilayah Provinsi
Jawa Tengah mayoritas merupakan kebudayaan Jawa, namun terdapat pula
kantong-kantong kebudayaan Sunda di wilayah sebelah barat yang berbatasan
dengan Provinsi Jawa Barat terutama di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
Jawa Tengah adalah propinsi dimana budaya
jawa banyak berkembang disini karena di Jawa Tengah dahulu banyak kerajaan
berdiri disini itu terlihat dari berbagai peninggalan candi di Jawa Tengah.
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok
kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari
kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai Bengawan Solo pada
ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang kini menghuni Museum
Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi Jawa
Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan
budaya. Dari kebudayaan purba itulah kemudian tumbuh dan berkembang sosok
kebudayaan Jawa klasik yang hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan
Indonesia.
Berikut beberapa budaya jawa tengah :
1. Kraton Solo (Centraljava Surakarta)
2. Batik
3. Ketoprak
4. Pagelaran Wayang Kulit
5. Tari Srikandi / Tari Panah
6. Pertujukan Wayang Orang
7. Sinden
8. Tayub
9. Batik
10.Keris
SEKATEN
Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari
kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun
nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul
awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini
dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk
mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.
Pada hari pertama, upacara diawali saat
malam hari dengan iring-iringan abdi Dalem (punggawa kraton) bersama-sama
dengan dua set gamelan Jawa: Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan
ini bermula dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara
dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara
dari masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah
selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai
dengan tanggal 11 bulan Mulud selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari
terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.
Tradisi
Grebeg Muludan
Acara puncak peringatan Sekaten ini
ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari
ulang tahun Nabi Muhammad s.a.w.) mulai jam 8:00 pagi. Dengan dikawal oleh 10
macam (bregodo/kompi) prajurit Kraton: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh,
Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis,
sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta
sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan
Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah dido’akan Gunungan yang melambangkan
kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap
bahwa bagian dari Gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian Gunungan
yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar
sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.
Tumplak Wajik
Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan,
suatu upacara Tumplak Wajik diadakan di halaman istana Magangan pada jam 16:00
sore. Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan memakai
kentongan,lumpang untuk menumbuk padi, dan semacamnya yang menandai awal dari
pembuatan Gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan nantinya.
Lagu-lagu yang dimainkan dalam acara Tumplak Wajik ini adalah lagu Jawa populer
seperti: Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal awil, atau lagu-lagu rakyat
lainnya.
Sampai sekarang budaya sekaten masih
dilestarikan oleh masyarakan Jawwa Tengah khususnya Yogyakarta dan Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar